Minggu, 13 Mei 2012

Pocut Meurah Intan


Pocut Meurah Intan
Oleh M. Adril Septian
Lhoknga, 12 Mei 2012
Bismillahirrahmanirrahim, penulis sangat bersyukur kepada Allah swt, karena masih diberikan kesehatan sehingga masih dapat menulis sebuah tulisan yang sangat jelek ini.
Pada kesempatan ini penulis mencoba untuk mengulas tentang kehidupan seorang perempuan Aceh yang terkenal sangat gigih dalam memperjuangkan tanah airnya dari penjajah. Beliau adalah Pocut Meurah Intan, mungkin namanya tidak sepopuler Cut Nyak Dhien, bahkan masih banyak rakyat Aceh sendiri yang tidak mengenal siapa itu Pocut Meurah Intan. Padahal jika dilihat dari perjuangannya beliau sama hebatnya dengan Cut Nyak Dhien.
Karena itu penulis mencoba untuk mengangkat kembali nama Pocut Meurah Intan kedalam tulisannya, agar jasanya tidak terlupakan dan generasi-generasi penerus  Indonesia dan Aceh khususnya dapat mengenal kembali pahlawannya karena ini merupakan satu hal yang paling membanggakan bagi rakyat Aceh.
Akhir kata, penulis mengucapkan selamat membaca dan semoga dapat memberikan manfaat bagi para pembaca.

Latar Belakang
Lahir dari keluarga bangsawan, dan sebagai ibu tiri dari Permaisuri Sultan Alaidin Muhmmad Daud Syah (Sultan terakhir kerajaan Aceh), tidak serta merta membuat seorang Pocut Meurah Intan menjadi perempuan yang lemah dan manja. Seluruh hidupnya hanya didedikasikan untuk mengusir “kaphee” (istilah untuk penjajah dalam bahasa Aceh) dari tanah serambi Mekkah. Beliau merupakan seorang pejuang yang paling anti dengan pejajah. Bahkan beliau berani menuntut cerai suaminya karena menyerahkan diri kepada Belanda dan bersumpah akan membunuh semua rakyat yang  menyerah kepada Belanda.
Pocut Meurah Intan adalah seorang putri bangsawan keturunan kerajaan Aceh. Ayahnya, Keujruen Biheu merupakan keturunan dari Pocut Bantan. Pada masa kesultanan dulu, Aceh dibagi dalam beberapa wilayah administratif yang disebut ulee balang. Biheu merupakan sebuah ke-ulee balangan yang berada pada Sagi XXXI Mukim, Aceh Besar.
Keluarga
Setelah dewasa Pocut Meurah Intan kemudian menikah dengan Tuanku abdul majid yang merupakan cucu dari Sultan Alaidin Jauhar  Syah Alam yang memerintah Aceh selama 28 tahun. Dari pernikahannya, Pocut Meurah Intan memperoleh 3 orang putra yaitu Tuanku Muhammad Bantee, Tuanku Budiman dan Tuanku Nurdin. Ketiga putranya merupakan pahlawan perang Aceh yang ikut berjuang bersamanya dalam mengusir penjajah.

Perlawanan Terhadap Belanda
Belanda mencatat bahawa Pocut Meurah Intan merupakan salah satu figur yang paling anti terhadap Belanda. Dalam catatan kolonial Verslaag tahun 1904-1905 disebutkan bahwa satu-satunya keluarga istana yang belum menyerah terhadap Belanda  adalah Pocut Meurah Intan.
Menyerahnya suaminya kepada Belanda merupakan suatu pukulan besar baginya, karena sebelumnya suaminya juga merupakan seorang yang sangat anti Belanda. Bahkan penulis Belanda sendiri menyebut Tuanku Abdul Majid sebagai “perompak laut” karena sering menyerang kapal-kapal Belanda yang masuk kedaerah perairannya. Tuanku Abdul Majid merupakan seorang petugas bea cukai di pelabuhan Kuala Batee.
Karena komitmennya sebagai seorang anti Belanda, Pocut Meurah Intan kemudian menuntut  cerai suaminya, dan melanjutkan perlawanan bersama putra-putranya. Dua diantara putranya yaitu Tuanku Muhammad Bantee dan Tuanku Nurdin menjadi terkenal sebagai pemimpin pergerakan.
Februari 1900 putranya Tuanku Muhammad Bantee, tertangkap oleh tentara Marsose, di daerah Padang Tiji, Pidie. Tuanku Muhammad bantee kemuadian dibuang ke Tondano, Sulawesi Utara.
Ia dan kedua putranya yang lain juga tertangkap oleh Belanda di daerah yang sama, namun masih sempat melakukan perlawanan yang mengejutkan pihak lawan.
H.C. Zentgraaff seorang wartawan dan pengarang terkenal asal Belanda menulis dalam dalam bukunya yang berjudul ATJEH, berikut kutipannya :
"Veltman yang terkenal dengan sebutan Tuan Pedoman, seorang perwira yang baik hati, pernah mengenal seorang wanita Aceh turunan bangsawan, namanya Pocut Meurah Intan. Wanita itu disangka menyembunyikan sebilah keiewang di dalam lipatan kainnya. Tiba-tiba ia mencabut rencongnya dan dengan meneriakkan : "Kalau begitu biarlah aku mati syahid' iapun menyerbu brigade. Anggota-anggota pasukan nampaknya kurang bemafsu untuk bertempur dengan seorang wanita yang berlaku sebagai singa betina, yang menikam kekiri dan kekanan, dan sebentar kemudian wanita itupun jatuh terbaring di tanah ". "Ia mengalami luka-luka parah; ia memperoleh dua buah tatakan di kepalanya dan dua buah di bahunya, sedang salah satu urat keningnya putus. Ia terbaring di tanah, penuh dengan darah dan lumpurlaksana setumpuk daging yang dicencang-cencang. Seorang sersan yang melihatnya, dengan perasaan penuh belas kasihan berkata kepada komandannya : Bolehkah saya meiepaskan tembakan pelepas nyawanya?, yang dibentak Veltman dengan: Apa kau sudah gila? Lalu pasukan meneruskan perjalanannya. Mereka menginginkan agar wanita itu meninggal di tangan bangsanya sendiri". Beberapa hari telah berlalu, ketika Veltman berjalan-jalan di kedai Biheu (dekat Padangtiji) disana ia mendengar bahwa Pocut Meurah Intan bukan saja masih hidup, tetapi bahkan ia mempunyai rencana hendak membunuh penduduk kampung yang telah menyerah kepada
Belanda. Untuk mengetahui hal itu yang sebenarnya, Veltman memerintahkan untuk menggeledah rumah-rumah di kampung. Setelah dicari dalam setiap rumah dalam arti
kata yang sebenarnya, ditemuilah wanita itu tubuhnya dibalut dengan bermacam-macam kain dan kelihatannya menyedihkan sekali. Pada luka-lukanya itu disapukan setumpuk kotoran sapi. Keadaannya lemah sebab banyak kehilangan darah dan tubuhnya menggigil;
ia mengerang karena kesakitan. Walaupun begitu ia tetap menolak bantuan dokter, lebih baik mati daripada tubuhnya dijamah seorang "khapee". Veltman yang sangat pasih berbahasa Aceh, lama berbicara dengan wanita itu dengan cara yang amat hormat, sesuai dengan kedudukannya. Akhirnya ia menerima juga bantuan serdadu itu yang ditolaknya dari seorang dokter. Orang-orang Aceh sangat sportif; serdadu-serdadu dari semua negara dan keturunan dapat sama-sama harga-menghargai, wanita itu membiarkan
dirinya dirawat oleh Veltman, dia membersihkan luka-lukanya yang berulat, kemudian membalutnya baik-baik ".

Setelah sembuh dari lukanya, kondisi tubuhnya tidak lagi sekuat sebelumnya. Ia bersama putranya Tuanku Budiman kemudian dimasukkan ke penjara. Sementara, Tuanku Nurdin tetap melanjutkan perlawanan seorang diri, hingga kemudian tertangkap oleh Belanda.

Pada tanggal 06 Mei 1905 beliau bersama putranya Tuanku Nurdin dan pembantunya Pang Mahmud dibuang ke Blora, Jawa Tengah tepatnya di desa Tegal Sari. Dan pada tanggal 28 September 1937 beliau menghembuskan nafas terakhirnya di tempat yang jauh dari tanah kelahirannya. Innalillahi wa innalillahirajiun.

Demikianlah secuil ulasan tentang kehidupan Pocut Meurah Intan, semoga bermanfaat bagi para pembaca. Penulis juga masih mengharapkan kritik dan saran dari para pembaca karena penulis sendiri sadar bahwa dalam tulisan ini masih banyak terdapat kekurangan, baik dari sumber maupun dari segi penulisannya. Karena kesempurnaan hanya milik Allah swt, dan kekurangan adalah milik kita manusia. Wassalam.


Dari berbagai sumber
Penulis adalah seorang mahasiswa di FKIP Sejarah Universitas Syiah Kuala

Rabu, 02 Mei 2012

Agama Islam & Ruang Lingkup


AGAMA ISLAM DAN RUANG LINGKUP
      
A.  Pengertian Agama Islam
Islam berasal dari bahasa Arab, yaitu ‘as la ma, yus li mu, is la man’ yang berarti tunduk, patuh, menyerahkan diri. Kata Islam terambil dari kata dasar sa la ma atau sa li ma yang berarti selamat, sejahtera, tidak cacat, tidak tercela. Sedangkan kata agama sendiri, menurut Al-Qur’an banyak digunakan kata Din, istilah yang lain juga digunakan oleh Al-Qur’an misalnya millah, shalat.
Din dalam bahasa Smit berarti undang-undang. Dalam Al-Qur’an kata Din mempunyai arti yang berbeda-beda :
1.      Din berarti “agama”  dalam surat Al-Fath 28 di sebutkan :
“Dialah yang mengatur rasulnya dengan petunjuk dan agama yang hak  agar dimenangkan-Nya terhadap semua agama, Dan cukuplah Allah sebagai saksi.”
2.      Din berarti “ibadah” surat Al-Mukminunn : 14

“ Maka sembahlah Allah dengan memurnikan ibadah kepada-Nya meskipun orang-orang kafir tidak menyukainya.”

3.      Din berarti “kekuatan” surat Luqman : 32
“Mereka dilamun ombak yang besar seperti gunung mereka menyeru Allah dengan memurnikan ketaatan kepadanya.”
4.      Din berarti pembalasan hari kiamat.. (Surat Asy-Syura : 82)
Dan yang amat kuinginkan akan mengampuni kesalahan pada hari kiamat.”
Islam adalah nama yang diberikan oleh Allah sendiri, dalam beberapa ayat Al-Qur’an disebutkan :
“Sesungguhnya agama di sisi Allah hanyalah Islam”. (QS. Ali Imran : 19)

Kedua kata tersebut Din dan Islam, bila digabungkan menjadi Dinul Islam yang biasa juga dipakai istilah agama Islam. Agama Islam menurut terminologi banyak disampaikan oleh para ulama dan cendekiawan, antara lain dikutipkan di sini menurut Abdullah Al-Madoosi yang dikutip Endang Saifuddin Anshari:”menurut pandangan Islam, agama ialah kaidah hidup yang diturunkan kepada umat manusia, sejak manusia digelar ke atas buana ini, dan terbina dalam bentuknya yang terakhir dan sempurna dalam Al-Qur’an yang suci yang diwahyukan Allah kepada Nabi-Nya yang terakhir yakni Muhammad bin Abdullah sebagai Rasulullah saw., satu kaidah hidup yang memuat tuntunan yang jelas dan lengkap mengenai aspek hidup  manusia baik spiritual maupun material (Endang Saifuddin Anshari; 1976 : 79).
Orang yang memeluk agama Islam disebut Muslim (menyerahkan diri kepada Allah swt).
Islam adalah agama sepanjang sejarah manusia, adalah sebagai  pelengkap dari ajaran-ajaran nabi-nabi terdahulu. Seperti Adam a.s, Nabi Ibrahim, Nabi Yakub, Nabi Musa, Nabi Daud, Nabi Sulaiman dan Nabi Isa a.s.
Allah berfirman :
“Dan Dia tidak menjadikan untuk kamu dalam agama suatu kesempitan, ikutlah agama tuan mu Ibrahim. Dia (Allah) telah menamai kamu sekalian orang-orang muslim dari dahulu.”(Q.S Al-Hajj : 78)
“Berkata ia (Bulqis) : Wahai pembesar, sesungguh telah dijatuhkan kepadaku sebuah surat yang berharga. Sesungguhnya surat itu dari Sulaiman dan sesungguhhnyya isinya : Dengan (menyebut) nama Allah yang Maha Pemurah lagi Maha Penyayang (selanjutnya isi surat itu berbunyi) janganlah kamu sekalian berlaku sombong terhadapku dan datanglah padaku sebagai orang-orang yang berserah diri (masuk Islam)”. (Q.S An-Naml : 29-31)
“Maka ketika Nabi Isa mengetahui keingkaran dari mereka (Bani Israil) berkata ia : Siapakah yang akan menjadi penolong-penolongku untuk menegakkan agama Allah (Islam)? Para Hawariyin (sahabat-sahabat setia) menjawab : Kami penolong-penolong agama Allah, kami beriman kepada Allah dan saksikanlah bahwa sesungguhnnya kami adalah orang-orang Muslim”. (Q.S Ali Imran : 52)
Islam sebelum diutus kepada Nabi Muhammad saw bersifat lokal yakni hanya untuk kepentingan suku, bangsa dan daerah-daerah tertentu  saja serta terbatas pula periodenya. Islam yang disampaikan para Rasululllah secara estafet bak mata rantai yang sambung menyambung, tetapi mereka dalam satu kesatuan tuggas yang diemban yaitu menyampaikan risalah ilahiyah  (tauhid)  yang menyampaikan ajaran dan peringatan bagi manusia. Di samping itu dilengkapi dengan hukum-hukum dan ketentuan-ketentuan dari tuhan berdasar atas hajad dan kebutuhan masa itu.
Ketika Islam datang kepangkuan risalah Muhammad saw, Islam menjadi agama universal atas berbagai suku dan golongan di muka bumi dan akan disampaikan kepada manusia sampai akhir zaman. Kepada Islamlah manusia di perintahkan Allah untuk berkiblat pada satu komando yaitu :
Artinya : “Tiada tuhan selain Allah”.
Agama Islam adalah agama Allah swt yang disampaikan kepada Muhammad saw untuk disampaikan serta diteruskan kepada umat manusia yang mengandung ketentuan-ketentuan keimanan (aqidah) dan ketentuan-ketentuan ibadah dan muamalah (syariah) yang menentukan proses berpikir, merasa dan berbuat, dan proses terbentuknya kata hati.
Agama Islam adalah jalan hidup (way of life) yang merupakan sumber sistem nilai yang harus dijadikan pedoman oleh manusia. Dengan kata lain Islam merupakan arah petunjuk, pedoman dan pendorong bagi  manusia untuk menghadapi dan memecahkan berbagai problema hidup dengan cara yang benar, yang sesuai dengan fitrah dan kodrat manusia sebagai makhluk Allah swt.

B.  Pengertian Iman, Islam, dan Ihsan

Pada dasarnya agama Islam terdiri dari tiga unsur pokok utama yaitu, iman, islam dan ihsan, meskipun ketiganya mempunyai pengertian yang berbeda tetapi dalam praktek satu sama lain saling terkait dan tidak dapat dipisahkan.
Iman artinya membenarkan dengan hati, mengucapkan dalam perkataan dan merealisasikan dalam perbuatan akan adanya Allah swt dengan segala kemaha sempurnaan-Nya, para Malaikat, Kitab-kitab Allah, para Nabi dan Rasul, serta Qadha dan Qadhar.
Islam artinya taat, tunduk, patuh dan menyerahkan diri dari segala ketentuan yang telah ditetapkan Allah swt. Yang terdiri atas Syahadatain (dua kalimat syahadat), Shalat, Puasa, Zakat, dan Haji bagi yang mampu.
Ihsan artinya berakhlak serta berbuat shalih sehingga dalam melaksanakan ibadah kepada Allah dan bermuamalah (interaksi) dengan sesama makhluk dilaksanakan dengan penuh keikhlasan seakan-akan Allah menyaksikan gerak-geriknya sepanjang waktu meskipun ia sendiri tidak melihatnya.

C.  Ruang Lingkup Agama Islam

Kedudukan agama Islam bersifat sui generis (sesuai dengan wataknnya, berbeda dalam jenisnya), di antara agama-agama wahyu. Telah dinyatakan pula bahwa agama Islam bukan hanya agama sempurna tetapi juga agama yang benar. Namun demikian, dalam sejarah perkembangannya, terutama di kalangan ilmuwan, agama Islam sering disalah pahami. Bahwa Islam sering dipahami hanya mengatur hubungan manusia dengan Tuhannya. Padahal agama Islam (selain mengatur hubungan manusia dengan Tuhan) juga mengatur hubungan manusia dengan dirinya, dengan masyarakat dan mengatur pula hubungan manusia dengan lingkungannya. Islam sebagai satu sistem yang mengatur hidup dan kehidupan manusia, Islam mengatur berbagai tata hubungan manusia.

        Secara garis besar ruang lingkup agama islam antara lain :
1.      Hubungan manusia dengan penciptanya (Allah swt)

Firman Allah swt :

“Dan Aku tidak menciptakan Jin dan Manusia melainkan supaya mereka menyembahKu” (Q.S Az-Zariyat : 56)

Hubungan manusia dengan Allah disebut pengabdian (ibadah). Pengabdian manusia bukan untuk kepentingan Allah tidak berkepentingan kepada siapapun, pengabdian itu bertujuan untuk mengembalikan manusia kepada asal pennciptaannya yaitu Fitrah (kesucian)Nya agar kehidupan agar kehidupan manusia diridhai oleh Allah swt.

2.      Hubungan manusia dengan manusia

Agama Islam memiliki konsep-konsep mengenai kekeluargaan, kemasyarakatan, kenegaraan, perekonomian, dan lain-lain. Konsep dasar tersebut memberikan gambaran tentang ajaran-ajaran yang berkenaan dengan : hubungan manusia dengan manusia atau disebut pula sebagai ajaran kemasyarakatan. Seluruh konsep kemasyarakatan yang ada bertumpu pada satu nilai, yaitu saling menolong antara sesama manusia.

Firman Allah :

“Dan tolong-menolonglah kamu dalam (mengerjakan) kebajikan dan takwa dan jangan tolong-menolong dalam berbuat dosa dan permusuhan”. (Q.S Al-Maidah : 2)

3.      Hubungan manusia dengan makhluk lain / lingkungannya

Seluruh benda-benda yang diciptakan oleh Allah yang ada di alam ini, mengandung manfaat bagi manusia. Alam raya ini ada tidak terjadi begitu saja, akan tetapi diciptakan oleh Allah dengan sengaja dan dengan hak.

Manusia dikaruniai akal sebagai salah satu kelebihannya, ia juga sebagai khalifah di muka bumi, namun demikian manusia tetap harus terikat dan tunduk pada hukum Allah. Alam diciptakan oleh Allah dan diperuntukkan bagi manusia.

Sebagai khalifah, manusia diberi wewenang untuk  menggeloa dan mengolah serta memanfaatkan alam ini. Allah berfirma :

“Tidakkah kamu perhatikan, sesungguhnya Allah telah menundukkan untuk (kepentingan)mu apa yang ada di langit dan apa yang ada di bumi dan menyempurnakan untukmu nikmat-Nya lahir dan batin”. (Q.S Luqman : 20)

Islam sebagai agama wahyu yang memberi bimbingan kepada manusia mengenai semua aspek hidup dan kehidupannya. Sebagai agama wahyu terakhir, agama islam merupakan satu system akidah dan syari’ah serta akhlak yang mengatur hidup dan kehidupan manusia dalam berbagai hubungan. Ruang lingkup agama islam lebih luas dari pada agama nasrani. Agama islam tidak hanya mengatur hubungan manusia dengan manusia dalam masyarakat termasuk dengan diri manusia itu sendiri tetapi juga dengan alam sekitarnya yang terkenal dengan istilah lingkungan hidup. Menurut Wilfred CantwellSmith, dibandingkan dengan agama lain, agama islam adalah “sui generis” yaitu sesuai dengan wataknya, mempunyai corak dan sifat sendiri dalam jensinya.

Masuknya Agama Budha ke Jepang


MASUKNYA BUDHA KE JEPANG


Jepang merupakan negara kepulauan yang pulaunya berjumlah 4000 pulau besar dan kecil, dengan luas wilayah sekitar 370.000 km2. Kepulauan Jepang tersebut terletak di sebelah utara belahan bumi, yang membujur dari selatan yaitu mulai dari daerah kepulauan Okinawa yang berbatasan dengan Taiwan dan di sebelah utara berbatasan dengan kepulauan Rusia.
Kata Jepang berasal dari kata Jepun atau Jipun atau Yapan atau Japon, yang dalam huruf kanji dibaca denga Nihon atau Nippon. Nippon adalah sebutan dari orang Kajin atau Cina. Orang Cina menyebut Jepang sebagai negeri matahari terbit, karena Jepang terletak di sebelah  di sebelah timur Cina.
Masyarakat Jepang sangat menghormati kaisar mereka, mereka menganggap bahwa kaisar merupakan keturunan dari Dewa Matahari. Sebagian besar masyarakat Jepang menganut agama Shinto, namun ada juga yang beragama Kristen, Budha dan Kong Hu Cu.
Agama buddha sebagai salah satu agama yang  berpengaruh di Jepang, masuk ke Jepang pada jaman Nara atau sekitar abad ke-6. Agama ini dibawa oleh para biksu Cina yang membawa banyak kitab suci dan karya seni. Selanjutnya pada masa pangeran Shotoku, Budha menjadi agama resmi di negara tersebut.
       
A. Proses Masuknya Budha ke Jepang 
1.     Periode Awal (552-794 M) 
a.      Zama Permulaan Budhisme 
Agama Budha lahir di India Utara pada abad ke-6 sebelum Masehi. Agama ini memasuki Tiongkok melalui jalan darat pada awal tarikh Masehi. Sesudah memasuki Tiongkok agama ini kemudian memperluas pengaruhnya ke Korea. Di Korea agama ini diterima oleh beberapa kerajaan.
Pada tahun 552 Kaudara di Pakche  salah satu kerajaan di semenanjung Korea mengirim sutera dan berhala Budha kepada kaisar Jepang. Pada tahun yang sama salah seorang kaisar Cina mengirim seorang biksu muda untuk meyebarkan agama Budha ke Jepang. Bekal yang dibawa oleh biksu tersebut adalah patung Budha dan kitab suci Sudra. Dalam sejarah Jepang tahun 552 dianggap sebagai tahun resmi masuknya agama Budha di Jepang.
Pada masa permulaan agama Budha banyak mendapat tentangan dari kaum konservatif, yang didukung oleh keluarga-keluarga Mononobe dan Nakatomi. Namun ada satu keluarga yang sangat mendukung agama Budha yaitu keluarga Soga.Agama itu memperoleh perlindungannya sebuah keluarga sebuah keluarga yang berpengaruh, keluarga Soga. Keluarga Soga ini membangun sebuah tempat pemujaan untuk Budhisme dan mempertahankannya. (Jepang Sepanjang Masa  : 21).
Karena perbedaan keyakinan tersebut akhirnya terjadi bentrokan antara keluarga Soga dengan Mononobe. Peristiwa ini terjadi pada tahun 587, yang dikenal sebagai Kudeta Taikwa. Yang memenangkan pertempuran tersebut adalah keluarga Soga. Sebagai akibatnya keluarga Soga Umako memusnahkan keluarga Mononobe. Keluarga Soga kemudian membangun kuil dan biara-biara untuk memudahkan jalannya agama tersebut. Banyak orang yang kemudian berbondong-bondong memeluk agama Budha.
Selain keluarga Soga, Pangeran Shotoku juga merupakan orang yang mempunyai pengaruh besar terhadap perkembangan Budha di jepang. Ia adalah orang pertama yang menjadikan agama Budha sebagai agama resmi.
Pangeran Shotoku merupakan tokoh besar pada masa purba Jepang. Ia tidak hanya paham Budhisme, tapi juga mengenal buku-buku klasik Tionghoa serta pengajaran Kung Tze dan murid-muridnya dengan baik.
Pada masa pangeran tersebut agama Budha juga di Jepanisasikan, artinya disesuaikan dengan kebudayaan Jepang pada masa itu.

b.      Zaman  Keemasan 
Selama zaman Nara (710-784) Budha mengalami masa keemasannya di Jepang. Hal ini dapat dilihat dari pengaruhnya yang tidak hanya di anut oleh kaum bangsawan tapi juga oleh rakyat biasa.
Pada tahun 724 kaisar Shomu menaiki singgasana dan memerintah sampai tahun 749. Kaisar ini sangat berjasa dalam perkembangan agama Budha di masanya. Pada saat itu jepang sering kali mengadakan hubungan dengan Tiongkok.
Pada masa itu banyak pendeta dari Tiongkok yang datang ke Jepang untuk mengembangkan agama Budha. Sebaliknya pendeta Jepang juga banyak yang mengunjungi Tiongkok untuk memperdalam agamanya.
Kemajuan agama Budha juga mendatangkan perubahan pada kedudukan biksu-biksunya. Biksu-biksu ini dipandang tinggi oleh golongan atas maupun golongan bawah.
Pada tahun 747 kaisar Shomu memerintahkan untuk membangun sebuah patung Budha yang besar dari perunggu. Patung Budha ini disebut Nara-no-Daibutsu atau patung Budha besar di Nara. 

2.     Periode Nasionalisasi (794-1185 M) 
Periode ini diawali dengan munculnya dua aliran agama Budha di Jepang, yaitu aliran Tendai oleh Saicho (797-882) dan aliran Shingon oleh Kukai (774-835). Tujuan dari para pendiri aliran tersebut adalah agar agama budha dapat diterima oleh rakyat Jepang.
Periode ini terjadi pada masa Heian. Pada masa itu ibu kota kerajaan dipindahkan ke Heiyan-kyo, Kyoto. Kaisar yang memerintah pada saat itu mencurahkan perhatiannya pada suku Ezo. Suku Ezo merupakan moyang dari suku Ainu jaman sekarang. Suku ini tinggal di provinsi Timur-Laut di Honshu. Pada saat terjadi pertempuran suku Ezo tidak dapat mempertahankan wilayahnya, mereka dikalahkan oleh Sakanbue Tamuramaro di Honshu Utara pada tahun 801.
Dalam hal keagamaan telah terjadi perkembangan yang lebih baik, banyak lahir pemuka agama Budha pada masa itu. Diantaranya adalah Saicho dan Kukai seperti yang disebutkan di atas.
Saicho dan Kukai adalah dua orang yang dikirim kaisar Jepang ke Tiongkok untuk mempelajari agama Budha lebih jauh. Sekembalinya mereka di Jepang, Saicho membangun sekte Tendai yang dalam bahasa Cina disebut Tien Tai pada tahun 805 dengan pusat di Enryakun di gunung Hiei. Sedangkan kukai mendirikan mahzab Shingon satu tahun kemudian.
Aliran Tendai menekankan pembabatan dan penyalamatan alam. Agama Budha Jepang yang berkarakter Jepang terus berlangsung dan dapat didengar dalam pendidikan baru dari masa Huan. Kompleks Vihara Tendai di atas pegunungan Hiei dikenal sebagai cikal bakal dari agama Budha di dalam menyelamatkan keamanan negara.
Aliran Shingon adalah salah satu bentuk dari aliran Tantra. Agama Budha Shingon menentukan penyatuan dari pemeluknya dengan Budha dalam berbagai macam bentuk.
Dalam perkembangan sekte-sekte Budhis, Tendai dan Shingon bercampur baur dengan agama Shinto yang nampak dalam penyatuan dewa Shinnto dan dewa-dewa dalam agama Budha, sehingga terjadi persekutuan pemujaaan.
Pada abad ke-13, agama Budha di Jepang menghasilkan pembaharu yakni biksu Nichiren (1222-1282). Pemimpin yang memiliki kharisma ini mengajarkan bahwa keselamatan dapat dicapai dengan mengucapkan kata-kata suci NamaMyohorengekyo (terpujilah Sadharmapundarika Sutra) dan beliau tidak ragu-ragu untuk mengkritik orang lain. Sekte ini mengajarkan dua aliran yaitu Nichiren Shu dan Nichiren Shoshu.

3.     Perode Lanjutan / Modern (1185 M-sekarang) 
Dengan berakhirnya periode Kamakura, maka di Jepang tidak terdapat perkembangan agama yang berari, kecuali meluasnya beberapa aliran.
Pada zaman Edo (1603-1867), agama Budha sudah kembali menjadi agama nasional di bawah perlindungan Shogun Tokogawa. Pada masa pemerintahan Shogun Tokogawa, agama Budha menjadi tangan dari pemerintah. Vihara sering digunakan sebagai pendataan dan pendaftaran penduduk dan dijadikan salah satu cara untuk mencegah penyebaran kristen yang oleh pemerintah feodal dianggap sebagai ancaman politik. Agama Budha tidak begitu populer dikalangan masyarakat pada masa pemerintahan Meiji (1868-1912). Pada waktu itu, muncul usaha untuk menjadikan Shinto sebagai agama negara, yang dilakukan dengan cara memurnikan ajaran Shinto yang telah bercampur dengan agama Budha, dan untuk itu dibutuhkan suatu penyelesaian. Cara yang dilakukan atara lain  dengan menyita tanah Vihara dan membatasi gerak-gerik para biksu.
Keadaan tersebut berubah setelah restorasi Meiji pada tahun 1868, agama Budha mendapat saingan dari agama asli, Shinto. Namun hal itu dinetralisir dengan kebebasan memeluk agama yang diberikan oleh undang-udang dasar Jepang.
Selama periode ultra nasional (1930-1945) pemikir-pemikir agama Budha menyerukan penyatuan dunia Timur (Asia Timur Raya) ke dalam tanah suci Budha di bawah pengawasan Jepang. Setelah perang berakhir, kelompok-kelompok agama Budha yang baru dan lama mulai menyatakan bahwa agama Budha merupakan agama negara yang penuh dengan perdamaian dan persaudaraan.
Mendekati berakhirnya masa perang, aktivitas umat Budha terlihat lebih nyata, di antaranya adalah gerakan dari agama baru seperti Soka Gokkai dari Nichiren Shoshu dan Resso Kosei Kai. 

B.  Bukti-Bukti adanya Budhisme di Jepang 
Dari kurang lebih tahun 710 banyak sekali kuil dan vihara dibangun di ibu kota Nara, seperti pagoda lima tingkat dan Ruang Emas Horyuji, atau kuil Kofukuji. Banyak sekali lukisan dan patung dibuat sampai tak terhitung dan seringkali dengan sponsor pemerintah. Pembuatan seni Buddha Jepang mencapai masa keemasan antara abad ke-8 dan abad ke-13 semasa pemerintahan di Nara, Heian-kyo, dan Kamakura.
Kuil Budha atau dalam bahasa jepangnya Tera bisa ditemukan dalam jumlah yang sangat banyak dan tersebar di berbagi tempat. Kebanyakan dari bangunan Tera yang ada termasuk Kuil Keluarga yang artinya pengelolaannya berada pada perorangan yang diwariskan secara turun-temurun. Kebanyakan Tera yang ada adalah berbentuk bangunan kayu yang sudah sangat tua dan dibangun sekitar abad ke8. Namun kebanyakan dari bangunan kuil sekarang sudah direnovasi dari kuil lama. Diperkirakan sekarang ini terdapat sekitar 80.000 kuil di seluruh Jepang.

Berikut merupakan empat kuil yang terdapat di Jepang yang telah ditetapkan sebagai World Heritage (warisan dunia) oleh Unesco :
1.      Kuil Toudaiji, yang dibangun pada tahun 728. Kuilo ini terkenal karena merupakan bangunan kayu tertua di dunia.
2.      Kuil Kinkakuji atau kuil Emas, sangat terkenal karena sesuai dengan namanya, bangunannya berwarna kuning keemasan.
3.      Kuil Kiyomizu dera, yang dibangun sekitar tahun 798.
4.      Kuil Rinno-ji in, yang dibangun pada tahun 766. Pada kompleks bangunan ini kadang dikenal dengan nama Nikko Temple karena berada di daerah Nikko.

C.  Kebudayaan Jepang yang Di Pengaruhi Budha 
Akibat dari berkembangnya agama Budha di Jepang, banyak kebudayaan Jepang yang berasal dari atau dipengaruhi oleh Budha, di antaranya adalah budaya minum teh, seni sastra Haiku, kesenian Ikebana, dll. 
a.    Budaya Minum Teh 
Budaya ini lahir dan dipopulerkan oleh para pendeta Budha sebagai salah satu bagian dari meditasi.
Upacara minum teh ini dinamakan cho-no-yo / chadou / sadou. Ritual tradisional ini terpengaruh oleh agama Budha Zen dan sudah ada sejak 400 tahun yang lalu, yaitu pada jaman Edo. Pada masa itu, sadou hanya dilakukan oleh bangsawan-bangsawan atau samurai-samurai untuk menjamu tamu. Kegiatan ini terus menurun hingga sekarang dan tetap dilakukan oleh semua kalangan masyarakat Jepang. 

b.    Kesenian Haiku 
Haiku adalah salah satu bentuk puisi tradisional Jepang yang paling penting. Haiku adalah sajak terikat yang memiliki 17 silaba/sukukata, terbagi dalam tiga baris terdiri dari 5,7 dan 5 sukukata.
Haiku muncul pada penggal terakhir abad ke-19. 

c.     Kesenian Ikebana 
Ikebana adalah seni merangkai bunga yang memanfaatkan berbagai jenis bunga, rumput-rumputan dan tanaman dengan tujuan untuk dinikmati keindahannya.
Ikebana dulunya adalah tradisi mempersembahkan bunga di kuil Budha. Ikebana berkembang bersama dengan perkembangan agama Budha di abad ke-6.

Selain ketiga hal yang telah disebutkan diatas, masih banyak kebudayaan Jepang yang dipengaruhi agama Budha seperti seni kaligrafi, seni olahraga Kenpo dan Judo. 

Kesimpulan
Agama Budha masuk ke Jepang pada tahun 552, dibawa oleh seorang Biksu Cina. Pada masa permulaannya agama Budha banyak ditentang oleh para bangsawan Jepang, seperti keluarga Mononobe dan keluarga Nakatomi. Namun agama ini juga mendapat perlindungan drai sebuah keluarga yang berpengaruh yaitu keluarga Soga. Keluarga inilah yang kemudian mengalahkan keluarga Mononobe dalam sebuah bentrokan yang terjadi pada tahun 587, yang dikenal sebagai kudeta Taikwa. Keluarga Togalah yang kemudian membangun kuil-kuil dan biara-biara di Jepang.
Pangeran Shotoku juga merupakan orang yang berjasa dalam penyebaran agama Budha pada masa-masa awalnya. Dialah orang pertama yang meresmikan Budha sebagai agama negara dan juga menjepanisasikannya agar lebih mudah diterima oleh masyarakat Jepang.
Budha mengalami masa keemasannya pada zaman Nara (710-784). Pada zaman ini kaisar yang memerintah Jepang yaitu kaisar Shomu memerintahkan untuk membangun sebuah patung Budha yang besar dari perunggu yang disebut Nara-no-Daibutsu atau patung Budha besar di Nara.
Pada zama Heian terdapat dua Biksu Jepang yaitu Saicho dan Kukai yang membawa dua aliran yang sangat berpengaruh yaitu Tendai dan Shingon. Pada masa ini agama Budha sudah berkembang dengan baik, banyak terdapat pemuka-pemuka agama pada masa ini.
Pada zama Edo (1603-1867) agama Budha mendapat perlindungan dari Shogun Tokugawa, dan resmikan sebagai agama nasional. Namun pada masa itu agam sering dijadikan alat politik pemerintah.
Pada masa pemerintahan Meiji (1868-1912), agama Budha menjadi tidak populer di kalangan masyarakat karena mendapat saingan dari agama asli yaitu Shinto. Namun hal tersebut dapat dinetralisir dengan dikeluarkannya undang-undang kebebasan beragama dari pemerintah Jepang.
Saat ini di Jepang terdapat sekitar 80.000 kuil dan vihara. Kuil-kuil dan vihara-vihara tersebut dibangun pada abad ke-13, yaitu pada masa pemerintahan di Nara, Heian-kyo dan Kamakura.
Akibat dari berkembangnya agama Budha di Jeppang, banyak kebudayaan Jepang yang berasal dari atau dipengruhi oleh Budha. Di antaranya budaya minum teh, seni sastra Haiku, kesenian Ikebana, seni Kaligrafi, seni olahraga Kenpo dan Judo, dll.