Rabu, 02 Mei 2012

Masuknya Agama Budha ke Jepang


MASUKNYA BUDHA KE JEPANG


Jepang merupakan negara kepulauan yang pulaunya berjumlah 4000 pulau besar dan kecil, dengan luas wilayah sekitar 370.000 km2. Kepulauan Jepang tersebut terletak di sebelah utara belahan bumi, yang membujur dari selatan yaitu mulai dari daerah kepulauan Okinawa yang berbatasan dengan Taiwan dan di sebelah utara berbatasan dengan kepulauan Rusia.
Kata Jepang berasal dari kata Jepun atau Jipun atau Yapan atau Japon, yang dalam huruf kanji dibaca denga Nihon atau Nippon. Nippon adalah sebutan dari orang Kajin atau Cina. Orang Cina menyebut Jepang sebagai negeri matahari terbit, karena Jepang terletak di sebelah  di sebelah timur Cina.
Masyarakat Jepang sangat menghormati kaisar mereka, mereka menganggap bahwa kaisar merupakan keturunan dari Dewa Matahari. Sebagian besar masyarakat Jepang menganut agama Shinto, namun ada juga yang beragama Kristen, Budha dan Kong Hu Cu.
Agama buddha sebagai salah satu agama yang  berpengaruh di Jepang, masuk ke Jepang pada jaman Nara atau sekitar abad ke-6. Agama ini dibawa oleh para biksu Cina yang membawa banyak kitab suci dan karya seni. Selanjutnya pada masa pangeran Shotoku, Budha menjadi agama resmi di negara tersebut.
       
A. Proses Masuknya Budha ke Jepang 
1.     Periode Awal (552-794 M) 
a.      Zama Permulaan Budhisme 
Agama Budha lahir di India Utara pada abad ke-6 sebelum Masehi. Agama ini memasuki Tiongkok melalui jalan darat pada awal tarikh Masehi. Sesudah memasuki Tiongkok agama ini kemudian memperluas pengaruhnya ke Korea. Di Korea agama ini diterima oleh beberapa kerajaan.
Pada tahun 552 Kaudara di Pakche  salah satu kerajaan di semenanjung Korea mengirim sutera dan berhala Budha kepada kaisar Jepang. Pada tahun yang sama salah seorang kaisar Cina mengirim seorang biksu muda untuk meyebarkan agama Budha ke Jepang. Bekal yang dibawa oleh biksu tersebut adalah patung Budha dan kitab suci Sudra. Dalam sejarah Jepang tahun 552 dianggap sebagai tahun resmi masuknya agama Budha di Jepang.
Pada masa permulaan agama Budha banyak mendapat tentangan dari kaum konservatif, yang didukung oleh keluarga-keluarga Mononobe dan Nakatomi. Namun ada satu keluarga yang sangat mendukung agama Budha yaitu keluarga Soga.Agama itu memperoleh perlindungannya sebuah keluarga sebuah keluarga yang berpengaruh, keluarga Soga. Keluarga Soga ini membangun sebuah tempat pemujaan untuk Budhisme dan mempertahankannya. (Jepang Sepanjang Masa  : 21).
Karena perbedaan keyakinan tersebut akhirnya terjadi bentrokan antara keluarga Soga dengan Mononobe. Peristiwa ini terjadi pada tahun 587, yang dikenal sebagai Kudeta Taikwa. Yang memenangkan pertempuran tersebut adalah keluarga Soga. Sebagai akibatnya keluarga Soga Umako memusnahkan keluarga Mononobe. Keluarga Soga kemudian membangun kuil dan biara-biara untuk memudahkan jalannya agama tersebut. Banyak orang yang kemudian berbondong-bondong memeluk agama Budha.
Selain keluarga Soga, Pangeran Shotoku juga merupakan orang yang mempunyai pengaruh besar terhadap perkembangan Budha di jepang. Ia adalah orang pertama yang menjadikan agama Budha sebagai agama resmi.
Pangeran Shotoku merupakan tokoh besar pada masa purba Jepang. Ia tidak hanya paham Budhisme, tapi juga mengenal buku-buku klasik Tionghoa serta pengajaran Kung Tze dan murid-muridnya dengan baik.
Pada masa pangeran tersebut agama Budha juga di Jepanisasikan, artinya disesuaikan dengan kebudayaan Jepang pada masa itu.

b.      Zaman  Keemasan 
Selama zaman Nara (710-784) Budha mengalami masa keemasannya di Jepang. Hal ini dapat dilihat dari pengaruhnya yang tidak hanya di anut oleh kaum bangsawan tapi juga oleh rakyat biasa.
Pada tahun 724 kaisar Shomu menaiki singgasana dan memerintah sampai tahun 749. Kaisar ini sangat berjasa dalam perkembangan agama Budha di masanya. Pada saat itu jepang sering kali mengadakan hubungan dengan Tiongkok.
Pada masa itu banyak pendeta dari Tiongkok yang datang ke Jepang untuk mengembangkan agama Budha. Sebaliknya pendeta Jepang juga banyak yang mengunjungi Tiongkok untuk memperdalam agamanya.
Kemajuan agama Budha juga mendatangkan perubahan pada kedudukan biksu-biksunya. Biksu-biksu ini dipandang tinggi oleh golongan atas maupun golongan bawah.
Pada tahun 747 kaisar Shomu memerintahkan untuk membangun sebuah patung Budha yang besar dari perunggu. Patung Budha ini disebut Nara-no-Daibutsu atau patung Budha besar di Nara. 

2.     Periode Nasionalisasi (794-1185 M) 
Periode ini diawali dengan munculnya dua aliran agama Budha di Jepang, yaitu aliran Tendai oleh Saicho (797-882) dan aliran Shingon oleh Kukai (774-835). Tujuan dari para pendiri aliran tersebut adalah agar agama budha dapat diterima oleh rakyat Jepang.
Periode ini terjadi pada masa Heian. Pada masa itu ibu kota kerajaan dipindahkan ke Heiyan-kyo, Kyoto. Kaisar yang memerintah pada saat itu mencurahkan perhatiannya pada suku Ezo. Suku Ezo merupakan moyang dari suku Ainu jaman sekarang. Suku ini tinggal di provinsi Timur-Laut di Honshu. Pada saat terjadi pertempuran suku Ezo tidak dapat mempertahankan wilayahnya, mereka dikalahkan oleh Sakanbue Tamuramaro di Honshu Utara pada tahun 801.
Dalam hal keagamaan telah terjadi perkembangan yang lebih baik, banyak lahir pemuka agama Budha pada masa itu. Diantaranya adalah Saicho dan Kukai seperti yang disebutkan di atas.
Saicho dan Kukai adalah dua orang yang dikirim kaisar Jepang ke Tiongkok untuk mempelajari agama Budha lebih jauh. Sekembalinya mereka di Jepang, Saicho membangun sekte Tendai yang dalam bahasa Cina disebut Tien Tai pada tahun 805 dengan pusat di Enryakun di gunung Hiei. Sedangkan kukai mendirikan mahzab Shingon satu tahun kemudian.
Aliran Tendai menekankan pembabatan dan penyalamatan alam. Agama Budha Jepang yang berkarakter Jepang terus berlangsung dan dapat didengar dalam pendidikan baru dari masa Huan. Kompleks Vihara Tendai di atas pegunungan Hiei dikenal sebagai cikal bakal dari agama Budha di dalam menyelamatkan keamanan negara.
Aliran Shingon adalah salah satu bentuk dari aliran Tantra. Agama Budha Shingon menentukan penyatuan dari pemeluknya dengan Budha dalam berbagai macam bentuk.
Dalam perkembangan sekte-sekte Budhis, Tendai dan Shingon bercampur baur dengan agama Shinto yang nampak dalam penyatuan dewa Shinnto dan dewa-dewa dalam agama Budha, sehingga terjadi persekutuan pemujaaan.
Pada abad ke-13, agama Budha di Jepang menghasilkan pembaharu yakni biksu Nichiren (1222-1282). Pemimpin yang memiliki kharisma ini mengajarkan bahwa keselamatan dapat dicapai dengan mengucapkan kata-kata suci NamaMyohorengekyo (terpujilah Sadharmapundarika Sutra) dan beliau tidak ragu-ragu untuk mengkritik orang lain. Sekte ini mengajarkan dua aliran yaitu Nichiren Shu dan Nichiren Shoshu.

3.     Perode Lanjutan / Modern (1185 M-sekarang) 
Dengan berakhirnya periode Kamakura, maka di Jepang tidak terdapat perkembangan agama yang berari, kecuali meluasnya beberapa aliran.
Pada zaman Edo (1603-1867), agama Budha sudah kembali menjadi agama nasional di bawah perlindungan Shogun Tokogawa. Pada masa pemerintahan Shogun Tokogawa, agama Budha menjadi tangan dari pemerintah. Vihara sering digunakan sebagai pendataan dan pendaftaran penduduk dan dijadikan salah satu cara untuk mencegah penyebaran kristen yang oleh pemerintah feodal dianggap sebagai ancaman politik. Agama Budha tidak begitu populer dikalangan masyarakat pada masa pemerintahan Meiji (1868-1912). Pada waktu itu, muncul usaha untuk menjadikan Shinto sebagai agama negara, yang dilakukan dengan cara memurnikan ajaran Shinto yang telah bercampur dengan agama Budha, dan untuk itu dibutuhkan suatu penyelesaian. Cara yang dilakukan atara lain  dengan menyita tanah Vihara dan membatasi gerak-gerik para biksu.
Keadaan tersebut berubah setelah restorasi Meiji pada tahun 1868, agama Budha mendapat saingan dari agama asli, Shinto. Namun hal itu dinetralisir dengan kebebasan memeluk agama yang diberikan oleh undang-udang dasar Jepang.
Selama periode ultra nasional (1930-1945) pemikir-pemikir agama Budha menyerukan penyatuan dunia Timur (Asia Timur Raya) ke dalam tanah suci Budha di bawah pengawasan Jepang. Setelah perang berakhir, kelompok-kelompok agama Budha yang baru dan lama mulai menyatakan bahwa agama Budha merupakan agama negara yang penuh dengan perdamaian dan persaudaraan.
Mendekati berakhirnya masa perang, aktivitas umat Budha terlihat lebih nyata, di antaranya adalah gerakan dari agama baru seperti Soka Gokkai dari Nichiren Shoshu dan Resso Kosei Kai. 

B.  Bukti-Bukti adanya Budhisme di Jepang 
Dari kurang lebih tahun 710 banyak sekali kuil dan vihara dibangun di ibu kota Nara, seperti pagoda lima tingkat dan Ruang Emas Horyuji, atau kuil Kofukuji. Banyak sekali lukisan dan patung dibuat sampai tak terhitung dan seringkali dengan sponsor pemerintah. Pembuatan seni Buddha Jepang mencapai masa keemasan antara abad ke-8 dan abad ke-13 semasa pemerintahan di Nara, Heian-kyo, dan Kamakura.
Kuil Budha atau dalam bahasa jepangnya Tera bisa ditemukan dalam jumlah yang sangat banyak dan tersebar di berbagi tempat. Kebanyakan dari bangunan Tera yang ada termasuk Kuil Keluarga yang artinya pengelolaannya berada pada perorangan yang diwariskan secara turun-temurun. Kebanyakan Tera yang ada adalah berbentuk bangunan kayu yang sudah sangat tua dan dibangun sekitar abad ke8. Namun kebanyakan dari bangunan kuil sekarang sudah direnovasi dari kuil lama. Diperkirakan sekarang ini terdapat sekitar 80.000 kuil di seluruh Jepang.

Berikut merupakan empat kuil yang terdapat di Jepang yang telah ditetapkan sebagai World Heritage (warisan dunia) oleh Unesco :
1.      Kuil Toudaiji, yang dibangun pada tahun 728. Kuilo ini terkenal karena merupakan bangunan kayu tertua di dunia.
2.      Kuil Kinkakuji atau kuil Emas, sangat terkenal karena sesuai dengan namanya, bangunannya berwarna kuning keemasan.
3.      Kuil Kiyomizu dera, yang dibangun sekitar tahun 798.
4.      Kuil Rinno-ji in, yang dibangun pada tahun 766. Pada kompleks bangunan ini kadang dikenal dengan nama Nikko Temple karena berada di daerah Nikko.

C.  Kebudayaan Jepang yang Di Pengaruhi Budha 
Akibat dari berkembangnya agama Budha di Jepang, banyak kebudayaan Jepang yang berasal dari atau dipengaruhi oleh Budha, di antaranya adalah budaya minum teh, seni sastra Haiku, kesenian Ikebana, dll. 
a.    Budaya Minum Teh 
Budaya ini lahir dan dipopulerkan oleh para pendeta Budha sebagai salah satu bagian dari meditasi.
Upacara minum teh ini dinamakan cho-no-yo / chadou / sadou. Ritual tradisional ini terpengaruh oleh agama Budha Zen dan sudah ada sejak 400 tahun yang lalu, yaitu pada jaman Edo. Pada masa itu, sadou hanya dilakukan oleh bangsawan-bangsawan atau samurai-samurai untuk menjamu tamu. Kegiatan ini terus menurun hingga sekarang dan tetap dilakukan oleh semua kalangan masyarakat Jepang. 

b.    Kesenian Haiku 
Haiku adalah salah satu bentuk puisi tradisional Jepang yang paling penting. Haiku adalah sajak terikat yang memiliki 17 silaba/sukukata, terbagi dalam tiga baris terdiri dari 5,7 dan 5 sukukata.
Haiku muncul pada penggal terakhir abad ke-19. 

c.     Kesenian Ikebana 
Ikebana adalah seni merangkai bunga yang memanfaatkan berbagai jenis bunga, rumput-rumputan dan tanaman dengan tujuan untuk dinikmati keindahannya.
Ikebana dulunya adalah tradisi mempersembahkan bunga di kuil Budha. Ikebana berkembang bersama dengan perkembangan agama Budha di abad ke-6.

Selain ketiga hal yang telah disebutkan diatas, masih banyak kebudayaan Jepang yang dipengaruhi agama Budha seperti seni kaligrafi, seni olahraga Kenpo dan Judo. 

Kesimpulan
Agama Budha masuk ke Jepang pada tahun 552, dibawa oleh seorang Biksu Cina. Pada masa permulaannya agama Budha banyak ditentang oleh para bangsawan Jepang, seperti keluarga Mononobe dan keluarga Nakatomi. Namun agama ini juga mendapat perlindungan drai sebuah keluarga yang berpengaruh yaitu keluarga Soga. Keluarga inilah yang kemudian mengalahkan keluarga Mononobe dalam sebuah bentrokan yang terjadi pada tahun 587, yang dikenal sebagai kudeta Taikwa. Keluarga Togalah yang kemudian membangun kuil-kuil dan biara-biara di Jepang.
Pangeran Shotoku juga merupakan orang yang berjasa dalam penyebaran agama Budha pada masa-masa awalnya. Dialah orang pertama yang meresmikan Budha sebagai agama negara dan juga menjepanisasikannya agar lebih mudah diterima oleh masyarakat Jepang.
Budha mengalami masa keemasannya pada zaman Nara (710-784). Pada zaman ini kaisar yang memerintah Jepang yaitu kaisar Shomu memerintahkan untuk membangun sebuah patung Budha yang besar dari perunggu yang disebut Nara-no-Daibutsu atau patung Budha besar di Nara.
Pada zama Heian terdapat dua Biksu Jepang yaitu Saicho dan Kukai yang membawa dua aliran yang sangat berpengaruh yaitu Tendai dan Shingon. Pada masa ini agama Budha sudah berkembang dengan baik, banyak terdapat pemuka-pemuka agama pada masa ini.
Pada zama Edo (1603-1867) agama Budha mendapat perlindungan dari Shogun Tokugawa, dan resmikan sebagai agama nasional. Namun pada masa itu agam sering dijadikan alat politik pemerintah.
Pada masa pemerintahan Meiji (1868-1912), agama Budha menjadi tidak populer di kalangan masyarakat karena mendapat saingan dari agama asli yaitu Shinto. Namun hal tersebut dapat dinetralisir dengan dikeluarkannya undang-undang kebebasan beragama dari pemerintah Jepang.
Saat ini di Jepang terdapat sekitar 80.000 kuil dan vihara. Kuil-kuil dan vihara-vihara tersebut dibangun pada abad ke-13, yaitu pada masa pemerintahan di Nara, Heian-kyo dan Kamakura.
Akibat dari berkembangnya agama Budha di Jeppang, banyak kebudayaan Jepang yang berasal dari atau dipengruhi oleh Budha. Di antaranya budaya minum teh, seni sastra Haiku, kesenian Ikebana, seni Kaligrafi, seni olahraga Kenpo dan Judo, dll.

1 komentar:

  1. Blog yang bagus... Saya ingin berbagi article tentang Tokyo di Kuil Asakusa di http://stenote-berkata.blogspot.hk/2018/04/tokyo-di-kuil-asakusa_4.html
    Lihat juga video di youtube https://youtu.be/d6--zCYR8fY

    BalasHapus