PENGARUH HINDU & BUDDHA DI SUMATERA BARAT
A.
Proses
Masuk Pengaruh Hindu dan Buddha di Sumatera Barat
Jika
membicarakan pengaruh Hindu maka tidak akan pernah lepas dari India. Karena
negara tersebut merupakan asal dari agama tersebut. Pengaruh India sudah lama
ada di Sumatera Barat, berbagai kelompok masyarakat dari anak benua India telah
datang ke Sumatera Barat sejak masa pra-sejarah.
Sejak abad ke-4
dan ke-5 pengaruh India menjadi semakin jelas. Bahasa Sansekerta digunakan
dalam berbagai prasati. Dan kemudian sejak abad ke-7 huruf India semakin sering
dipergunakan untuk menulis bahasa-bahasa setempat. Pengaruh kebudayaan ini
terutama bahasanya melebar dari Minangkabau hingga beberapa daerah bagian
tengah pulau Sumatera.
Penetrasi
kebudayaan Hindu yang berasal dari India Selatan masuk melalui satu kota
pelabuhan yang dulu merupakan salah satu kota dagang tertua, terbesar, dan
paling intersional dibandingkan dengan kota-kota pelabuhan manapun di kepulauan
Nusantara ini. Kota pelabuhan yang dimaksud adalah Barus. Melalui kota dagang
inilah kebudayaan India yang oleh para
pedagang India Selatan terutama bangsa Tamil masuk ke Sumatera Barat.
Pengaruh Hindu
dan Buddha di Sumatera bagian tengah telah muncul pada abad ke-13, yaitu
dimulai pada masa pengiriman ekspedisi Pamalayu oleh Kertanegara dan kemudian
pada masa pemeritahan Adityawarman dan
putranya Ananggawarman.
Beberapa
kawasan sumatera bagian tengah sampai kini masih dijumpai pengaruh agama Buddha
antara lain kawasan Percandian Padangroco, Padanglawas dan kawasan percandian
Muara Takus.
B.
Berdirinya
kerajaan Pagaruyung
Melemahnya kerajaan Sriwijaya akibat
serangan dari kerajaan Colamandala (India Selatan) yang bertubi-tubi tahun 1023
M dan 1030 M, menyebabkan banyak bermunculannya kerajaan-kerajaan kecil.
Sehingga pada suatu masa naiklah kerajaan Singasari yang kemudian menjadi
kerajaan Majapahit. Majapahit mencapai masa kejayaannya ketika Gajah Mada
diangkat menjadi patih (1331 M). Gajah Mada menyatakan niatnya menaklukkan
seluruh Nusantara ini ke bawah kekuasaan Majapahit, dan niat itu dilaksanakan
selama kekuasaannya dengan bersungguh-sungguh. Minangkabau tidaklah lepas dari
pada rancangan Gajah Mada.
Salah satu orang besar, cerdik dan
cendekiawan dalam istana Majapahit itu, tangan kanan dari Patih Gajah Mada
adalah seorang bangsawan berdarah campuran Melayu dan Jawa, yang bernama
Adityawarman. Dia pernah dua kali diutus menjadi duta istimewa menghadap
Maharaja di Cina. Kemudian dia kembali ke tanah leluhurnya (Minangkabau) dan
menjadi raja di sana. Awalnya dia memerintah di kerajaan Siguntur dan kemudian
berpindah ke kerajaan Pagaruyung dan mendapat gelar “Maharaja di Raja” karena
menunjukkan kerajaannya lepas dari pengaruh Majapahit.
Kerajaan Pagaruyung berdiri pada
tahun 1347 M. Sebelumnya kerajaan ini tergabung dengan Malayapura, sebuah
kerajaan yang pada prasasti Amoghapasha disebutkan dipimpin oleh Adityawarman,
yang mengukuhkan dirinya sebagai penguasa Bhumi Malayu di Suwarnabhumi.
Adityawarman pada awalnya dikirim
untuk menundukkan daerah-daerah penting di Sumatera, dan bertahta sebagai raja
bawahan (uparaja) dari Majapahit. Kerajaan ini runtuh pada tahun 1825, yaitu
pada masa perang Padri, setelah ditandatanganinya perjanjian antara kaum Adat
dengan pihak Belanda yang menjadikan kawasan kerajaan Pagaruyung berada dalam
pengawasan Belanda.
C.
Pengaruh
Hindu dan Buddha dalam Kehidupan Masyarakat Minangkabau
Sampai sekarang
masih terdapat sisa-sisa kebudayaan Hindu dan Buddha dalam kehidupan masrakat
muslim Minangkabau, walaupun kualitas dan kuantitasnya tidak seperti pada
kebudayaan Jawa yang masih terlihat masih sangat kuat. Di Jawa Candi-candi dan
adat kejawen masih kental. Itulah bedanya dengan Minangkabau. Candi dan Biaro
tinggal nama. Di era Hindu Buddha ini (kemungkinan) banyak berdiri Candi-candi
dan Biaro (istilah Minang untuk Vihara).
Pengaruh Buddha
paling terasa di zaman Adityawarman karena ia sendiri menganut aliran Tantrism
Tantrayana). Patung Buddha ada dimana-mana.
Minangkabau didominasi oleh warna merah kuning dan hitam.
Banyak yang
melakukan ritual 'batarak' di gua-gua di tengah hutan atau di rumah-rumah
tinggal di tengah rimba, demi mendapatkan sejumlah kehebatan. Di zaman ini pula
diperkenalkan istilah-istilah yang berasal dari kedua agama tersebut, tentunya
dalam bahasa Sanskerta dan bahasa Pali.
Di era ini,
banyak masyarakat melakukan persembahan sesajen. Ketika masyarakat minang akan
membangun rumah, biasanya mereka akan memotong seekor ternak misalnya kerbau,
sapi, kambing atau ayam. Setelah islam masuk pun, hal tersebut kadang-kadang
masih diamalkan. Ilmu-ilmu hitam masih berkembang. Gasing tangkurak dan
guna-guna banyak dipakai oleh masyarakat.
Mantra-mantra
banyak digunakan. Dengan pengaruh kerajaan yang diperintah Adityawarman,
Minangkabaubbanyak mendapat pengaruh budaya Jawa. Dikenallah istilah-histila
seperti dewa-dewi, bidadara bidadari, patih, tumenggung, Bodhi, Hyang, Manti
(menteri), Pandito (pandita), Dewano, Sadeo (sadewa), dan Swarga-nairaka.
D.
Peninggalan
Hindu dan Buddha di daerah Sumatera Barat
Berdasarkan penelitian yang
dilakukan oleh Ery Soedewo, dkk di situs Pulausawah, Kabupaten Dharmasraya,
Sumatera Barat, mereka menemukan beberapa peninggalan Hindu dan Buddha seperti
pecahan keramik dan guci yang diperkirakan berasal dari Cina masa dinasti Song
10-11 M dan Annam dari abad 14-16 M. Penemuan tersebut merupakan bukti adanya
hubungan antara Minangkabau dan Cina di masa lalu, dan itu artinya bahwa
pengaruh Buddha memang ada di sana.
Di Pulausawah, di sepanjang aliran
sungai Batanghari juga ditemukan
kompleks percandian. Kompleks percandian ini merupakan bagian dari situs
muara Jambi yang dihubungkan dengan keberadaan kerajaan Melayu II.
Berikut merupakan tiga dari empat
kesimpulan penelitian tersebut,
1. Gundukan
sisa bangunan yang berada di situs Pulausawah adalah sisa-sisa dari suatu
bangunan suci umat Hindu atau Buddha.
2. Berdasarkan
temuan pecahan-pecahan keramik yang ada diperkirakan situs Pulausawah
dimanfaatkan dalam rentang yang tidak terlalu panjang antara abad ke-11 hingga
ke-14 M.
3. Diduga
manusia penghuni situs Pulausawah telah melakukan kontak dengan berbagai tempat
seperti Cina yang didasarkan pada temuan keramiknya, dengan Timur Tengah yang
didasarkan pada temuan pecahan kacanya, dan dengan daerah hilir Batanghari yang
didasarkan pada temuan manik-maniknya.
E. Kesimpulan
Sejak abad ke-4 dan ke-5 pengaruh
India menjadi semakin jelas. Bahasa Sansekerta digunakan dalam berbagai
prasati. Dan kemudian sejak abad ke-7 huruf India semakin sering dipergunakan
untuk menulis bahasa-bahasa setempat. Pengaruh kebudayaan ini terutama
bahasanya melebar dari Minangkabau hingga beberapa daerah bagian tengah pulau
Sumatera.
Pengaruh Hindu
dan Buddha di Sumatera bagian tengah telah muncul pada abad ke-13, yaitu
dimulai pada masa pengiriman ekspedisi Pamalayu oleh Kertanegara dan kemudian
pada masa pemeritahan Adityawarman dan
putranya Ananggawarman.
Di Minangkabau juga pernah berdiri
sebuah kerajaan Buddha, kerajaan tersebut adalah kerajaan Pagaruyung. Kerajaan
Pagaruyung berdiri pada tahun 1347 M. Sebelumnya kerajaan ini tergabung dengan
Malayapura, sebuah kerajaan yang pada prasasti Amoghapasha disebutkan dipimpin
oleh Adityawarman, yang mengukuhkan dirinya sebagai penguasa Bhumi Malayu di
Suwarnabhumi.
Adityawarman pada awalnya dikirim
untuk menundukkan daerah-daerah penting di Sumatera, dan bertahta sebagai raja
bawahan (uparaja) dari Majapahit. Kerajaan ini runtuh pada tahun 1825, yaitu
pada masa perang Padri, setelah ditandatanganinya perjanjian antara kaum Adat
dengan pihak Belanda yang menjadikan kawasan kerajaan Pagaruyung berada dalam
pengawasan Belanda.
Masih ada
beberapa pengaruh Hindu dan Buddha yang masih bertahan di Minangkabau hingga
saat ini. Di era ini, banyak masyarakat melakukan persembahan sesajen. Ketika
masyarakat minang akan membangun rumah, biasanya mereka akan memotong seekor
ternak misalnya kerbau, sapi, kambing atau ayam. Setelah islam masuk pun, hal
tersebut kadang-kadang masih diamalkan. Ilmu-ilmu hitam masih berkembang.
Gasing tangkurak dan guna-guna banyak dipakai oleh masyarakat.
Mantra-mantra banyak digunakan.
Dengan pengaruh kerajaan yang diperintah Adityawarman, Minangkabaubbanyak
mendapat pengaruh budaya Jawa. Dikenallah istilah-histila seperti dewa-dewi,
bidadara bidadari, patih, tumenggung, Bodhi, Hyang, Manti (menteri), Pandito
(pandita), Dewano, Sadeo (sadewa), dan Swarga-nairaka.
Di Pulausawah, di sepanjang aliran
sungai Batanghari ditemukan kompleks
percandian. Kompleks percandian ini merupakan bagian dari situs muara Jambi
yang dihubungkan dengan keberadaan kerajaan Melayu II. Gundukan
sisa bangunan yang berada di situs Pulausawah adalah sisa-sisa dari suatu
bangunan suci umat Hindu atau Buddha.
F. Saran
Tidak ada komentar:
Posting Komentar